Lokomotif tua yang pernah dinaiki Presiden Sukarno tersimpan rapi di Depo Loko Ngelo Kecamatan Cepu. (foto: rs-infoblora) |
Menyikapi hal tersebut, agar lebih mudah dijangkau wisatawan baik
lokal maupun mancanegara, Wakil Bupati Blora H.Arief Rohman M.Si pun menggagas
adanya revitalisasi atau penataan ulang sistem operasional Loko Tour Cepu. Hal itu
ia sampaikan ketika meninjau garasi loko tour di Kelurahan Ngelo, kemarin.
“Loko Tour ini aset yang sangat mahal harganya dan mengandung
nilai sejarah transportasi yang tinggi. Jangan sampai hanya tinggal kenangan. Kita
harus terus mengupayakan agar besi tua ini bisa terus dijalankan. Karena ini
buatan Jerman, bukan tidak mungkin nanti kita akan melakukan revitalisasi
bekerjasama dengan Kedutaan Besar Jerman,” ucap Arief Rohman.
Wakil Bupati H.Arief Rohman M.Si (kemeja biru) bersama wartawan senior Kompas Bang Osdar (kaos merah) sedang mendokumentasikan potensi loko uap kuno buatan Jerman. (foto: rs-infoblora) |
Adapun petugas jaga depo loko tour, Arief Budi menyatakan
dukungannya jika memang Pemkab ada upaya untuk merevitalisasi keberadaan kereta
uap tua ini. Ia menyarankan agar Pemkab bisa segera berkoordinasi dengan
Perhutani KPH Cepu. “kalau mau dikerjasamakan dengan Kedutaan Jerman, tentu
akan lebih baik. Mengingat kereta ini buatan nenek moyang mereka,” ujarnya.
Sementara itu berdasarkan informasi yang didapatkan Info Blora
dari bagian perawatan loko, Lulus Tri Laksono, menerangkan bahwa untuk sekali
jalan dari depo loko di Ngelo dengan tujuan akhir di Gubug Payung memerlukan
biaya hingga Rp 12 juta untuk pulang pergi. Adapun kapasitas penumpang sekitar
40 orang.
“Operasionalnya memang mahal, semuanya
masih asli buatan Jerman sehingga butuh perawatan dan perlakuan khusus agar
bisa jalan. Loko berjalan menggunakan bahan bakar kayu jati dan air yang
menghasilkan uap panas untuk menggerakkan mesin lokomotif. Perlu beberapa
meter kubik kayu jati untuk menjalankan kereta ini, dan harus dalam titik panas
(stem) yang stabil agar jalannya bisa lancar,” ungkap Lulus.
Disinilah peran seorang stoker menjadi penting sebagai
pengendali titik panas mesin uap dan terus mengontrol keadaan bara api dari
pembakaran kayu jati. Stoker pun harus mengendalikan kecepatan laju
lokomotif dan harus hafal medan. Sedangkan masinis hanya mengarahkan arah
kereta.
Ia menjelaskan, bahwa sebenarnya
di Perhutani KPH Cepu ada 4 lokomotif tua buatan Jerman dan 1 buatan Belanda.
“Empat lokomotif tua itu bernama Tujuhbelas, Agustus, Maju dan Bahagia. Jaman
dulu mau diberi nama Tujuhbelas, Agustus, Maju, Merdeka tidak jadi karena masih
ada kependudukan Belanda. Sehingga nama Merdeka diganti dengan Bahagia,” jelas
Tulus.
Untuk lokomotif Tujuhbelas dan Agustus sudah tidak
aktif dan ada di dalam garasi. Dulu pernah memakan banyak korban saat jaman
pergerakan perang Kemerdekaan serta pernah dinaiki Presiden Soekarno dari
Jakarta ke Yogyakarta. Sedangkan lokomotif Maju kini dipajang di Taman Mini
Indonesia Indah Jakarta. “Yang masih aktif jalan hanya lokomotif Bahagia,” kata
Lulus menambahkan.
Penikmat wisata loko tour ini kebanyakan turis
mancanegara seperti Jerman, Belanda, Jepang, Australia dll. Memang diakui
untuk wisatawan lokal jarang yang naik karena biaya operasionalnya cukup mahal. Kalaupun ada
wisatawan lokal, biasanya berkelompok kurang lebih 40 orang menggunakan gerbong
wisata yang disediakan.
Terakhir kali kereta uap ini jalan pada tahun lalu saat perpisahan TK Perhutani. Sebelumnya pada Juli 2014 juga pernah jalan hingga pos bergojo melayani turis luar negeri dari Jerman dan Australia. (rs-infoblora)
0 komentar:
Post a Comment